Sebuah Bakti Yang Takkan Pernah Bisa Menyaingi

Senin, 14 Desember 2021. – Sehari setelah kedatangan kedua orangtuaku di Jogja, tempatku berdomisili saat ini, aku membawa kedua ortuku, bukan untuk berwisata, tapi untuk menjalani sebuah terapi yang dikenal dengan nama TSI (Terapi Senam Indonesia). Sang pendiri yaitu pak Marjunul Noor Purwoko adalah murid ustadz Haris Moejahid, pendiri Pengobatan Akhir Zaman (PAZ), dan mengembangkan ilmu yang didapat dari kaidah sang guru, dan membuka klinik pengobatan alternatif bernama TSI.

Kupilih terapi ini, karena pengalaman pribadiku bersama istri tercinta yang pernah menjalaninya. Alhamdulillah, Allah memberkahi dengan hasil positif setelah terapi. Dari situlah aku memutuskan membawa ortuku berikhtiar ke sana, sehingga beberapa hari sebelum terapi, aku udah janjian untuk membuat jadwal, segera setelah ortuku datang.

Papa terkena stroke untuk kedua kalinya, setelah yang pertama terjadi sekitar akhir 2013. Stroke yang kedua ini sudah berlangsung sejak sekitar 2018 sampai sekarang.

Ada satu kejadian mengharukan waktu papa terkena stroke. Keponakanku, anak bungsu adikku yang nomer dua (aku tiga bersaudara), tampak termenung dan terus bertanya kenapa aki bisa kena stroke karena kejar-kejaran dengannya waktu itu. Waktu papa sudah boleh pulang, keponakanku menunggunya di teras, dan begitu papa keluar dari mobil, dia langsung bersorak, “Horee aki sudah pulaaang!”

Tapi alangkah shocknya keponakanku, waktu melihat kakek tercintanya turun dari mobil dengan bantuan tongkat, dan jalannya terseok-seok. Yang diharapkannya adalah sosok yang trengginas dan sigap pas turun dari mobil. Inilah kemudian yang sempat membuatnya kepikiran seperti orang linglung, karena tidak menyangka kakeknya akan berkondisi seperti itu.

Selesai menjalani terapi, kedua orangtuaku dan adik-adikku beserta keluarganya kembali ke Jakarta, namun setelah berunding, istriku memintaku untuk ikut, sekaligus mengawal terapinya bisa berkelanjutan, minimal seminggu setelah terapi.

Memang dalam terapi itu diperagakan sebuah gerakan, dan gerakan itu harus direkam sendiri oleh keluarga pasien, karena nantinya akan jadi pe er untuk dilakukan sendiri di rumah. Khusus ayahku, karena beliau kena stroke, gerakannya langsung diterapkan sambil berbaring. Disitulah kemudahan Allah diberikan untuk mereka yang tidak bisa diterapi sambil berdiri.

Akupun ikut dengan keluarga besarku kembali pulang ke Jakarta, tempat di mana papa berkarir sebagai perwira TNI hingga pensiun, sedangkan istri dan anakku kutinggal di Jogja, karena anakku sedang menjalani PKL (Praktek Kerja Lapangan) sebagai syarat nilai karena anakku bersekolah di SMK yang memang menerapkan kurikulum praktek. Sementara istriku menemani di rumah sambil mengurus jualan kue yang dirintisnya beberapa tahun terakhir.

Hari pertama menerapi, alhamdulillah papa mematuhi semua gerakan dengan antusias, karena tekadnya untuk sembuh sangat besar. Itu juga terlihat waktu proses terapi di Jogja. Terapisnya sampai bilang semangatnya bapak masih sangat besar, dan tenaganya juga masih kuat untuk melakukan gerakan seperti menendang atau gerakan tolakan mirip orang berenang. Udah gitu, kekuatan pada tangan yang kena stroke juga masih besar, sehingga masih kuat menarik tangan adikku yang menggenggamnya.

Luarbiasanya lagi, antusiasme itu terlihat terus terpancar, bahkan setelah terapi waktu papa dan mamaku kuajak makan berempat bersama istriku. Wajahnya berseri-seri, beda jauh dengan waktu pertama datang ke Jogja. Waktu itu wajahnya kuyu, kayak kehilangan semangat hidup.

Menurut pak Toro sang terapis, gerakannya diulang secara rutin minimal sehari 3 kali. Diharapkan dengan rutinitas itu, jaringan otot-otot papa yang melemah dan mati karena stroke, akan bisa aktif secara gradual atau bertahap, sambil merangsang tubuh untuk membentuk jaringan baru.

Tiap hari kalau cuaca cerah habis sholat Subuh, aku selalu mengajak papa jalan pagi keliling kompleks. Alhamdulillah karena letak rumah ortu ada di kawasan perumahan, jadi tidak banyak lalu-lalang kendaraan, dan menyenangkan untuk membawanya berkeliling. Liat suasana baru biar nggak di rumah terus. Ndhelok padhang howo kata orang Surabaya.

Papa seneng diajakin keluar gitu. Jadi tiap habis Subuhan nggak melulu rebahan terus di kamar. Seperti yang pernah diingatkan ustadz Syekh Ali Jaber semasa hidup, habis sholat Subuh jangan langsung tidur, karena kurang baik buat kesehatan.

Ada dua manfaat besar yang akan didapat kalau kita beraktivitas dulu setelah sholat Subuh. Manfaat pertama jelas dapet rahmat dan berkahnya Allah, karena di waktu itu karunia Allah sedang banyak-banyaknya tercurah.

Manfaat ke dua, kesehatan akan meningkat sehingga kita nggak gampang sakit. Di waktu Subuh kandungan ozon di udara sangat banyak, dan itu sangat membantu tubuh menjadi sehat, disamping mencegah penuaan dini, dan menyembuhkan berbagai penyakit. Karena itu Syekh Ali Jaber pernah bilang, kurang ajar banget kalo orang habis sholat Subuh tidur lagi, karena disaat Allah lagi bagi-bagi kebaikan, eh kitanya malah asyik tarik selimut.

Nggak kerasa seminggu sudah aku di ibukota, demi menjalankan baktiku pada orangtua, terutama papa yang lagi sakit. Tibalah saatnya aku pulang ke tanah rantauku di Jogja, dengan pesan supaya papa rajin terapi bersama adik-adikku. Apalagi ada cucunya yang merupakan anak bungsu dari adikku, yang seneng banget ikutan menerapi. Kadang dia bantu narik tangan kanan papa, yang memang jadi bagian dari terapi, kadang ikut menggerakkan kaki papa ke kiri dan kanan untuk gerakan pemanasan. Sang kakek jelas senang sekali cucunya ikut bantu menerapi. Semoga aki cepat sehat lagi dan sembuh dari strokenya. Aamiin.

Saat sedang melihat jendela, muncullah inspirasi menuliskan kisah ini, yang akhirnya membuatku membuka blog ini, dan mencurahkan apa yang kualami seminggu kemarin.

Memang cuma sekelumit yang bisa kulakukan, dan sangat jelas baktiku tidak ada apa-apanya dengan kasih sayang orangtuaku, berapapun yang sanggup kulakukan. Di atas kereta Taksaka yang sedang melaju mengantarku kembali ke Jogja, teruntai sebaris doa dan harapan pada Allah, agar selalu menjaga orangtuaku, mengaruniakan kesehatan untuk mereka, menyembuhkan semua sakit yang mereka alami, menjadikanku, keluargaku dan adik-adikku berbakti sebaik mungkin, dan memberi surga tanpa hisab kelak buat kedua orangtuaku.

Aamiin yaa Rabbal ‘alamin.

Leave a Comment